Kamis, 22 November 2012

NORMAL DAN ABNORMAL


Normal dan Abnormal
Normal (Maramis, 1999)
adalah keadaan sehat (tidak patologis) dalam hal fungsi keseluruhan.

Perilaku Normal (Kartini Kartono, 1989)
adalah perilaku yang adekuat (serasi dan tepat) yang dapat diterima oleh masyarakat pada umumnya.

Perilaku Pribadi Abnormal (Kartini Kartono, 1989)
adalah sikap hidup yang sesuai dengan pola kelompok masyarakat tempat seseorang berada sehingga tercapai suatu relasi interpersonal dan intersosial yang memuaskan.

Abnormal
adalah menyimpang dari yang normal (tidak biasa terjadi).

Perilaku Abnormal
adalah suatu perilaku yang berbeda, tidak mengikuti peraturan yang berlaku, tidak pantas, mengganggu dan tidak dapat dimengerti melalui kriteria yang biasa.

Normal dan abnormal perlu dipertimbangkan dari berbagai aspek dan pendekatan. Profesor Suprapti Sumarno (1976), ada dua pendekatan dalam membuat pedoman tentang normalitas:

1. Pendekatan Kuantitatif
Pendekatan yang didasarkan atas patokan statistik dengan melihat pada sering atau tidaknya sesuatu terjadi dan acapkali berdasarkan perhitungan maupun pikiran awam.
Misal, perilaku makan sepuluh kali dalam sehari.

2. Pendekatan Kualitatif
Pendekatan yang didasarkan observasi empirik pada tipe-tipe ideal dan sering terikat pada faktor sosial kultural setempat.
Misal, perilaku menangis berlebihan hingga menjerit-jerit pada mereka yang sedang mengalami kehilangan seseorang di suatu lingkungan budaya.

Jadi, batas antara normal dengan abnormal bukan dilihat sebagai dua kutub yang berlawanan, melainkan lebih berada dalam satu kontinum sehingga garis yang membedakan sangatlah tipis.

Kriteria Pribadi Normal (Gunarsa & Gunarsa, 1989 mengutip A.H. Maslow: Mittleman):
1. Perasaan aman yang adekuat.
2. Memiliki penilaian diri dan wawasan yang rasional
3. Memiliki spontanitas dan emosionalitas yang adekuat
4. Mempunyai kontak realitas yang efisien
5. Memiliki dorongan dan nafsu jasmani yang sehat serta kemampuan untuk memenuhi dan memuaskannya
6. Mempunyai pengetahuan diri yang adekuat
7. Mempunyai tujuan hidup yang adekuat
8. Mampu belajar dari pengalaman hidupnya
9. Sanggup untuk memuaskan tuntutan dan kebutuhan kelompok
10. Emansipasi yang pantas dan sehat dari kelompok maupun kebutuhan
11.Memiliki integrasi dan konsistensi kepribadian

Kriteria Pribadi Abnormal
dapat dilihat dari beberapa segi:
1. Kelangkaan Statistik (Statistical Infrequency)
tingkah laku abnormal diasumsikan dalam "populasi kurva normal" yang menempatkan mayoritas individu berada di tenganh dan sangat sedikit yang berada pada posisi ekstrim. Jadi dengan kata lain, seseorang dapat dianggap normal bila orang tersebut tidak menyimpang jauh dari rata-rata perilaku.

2. Pelanggaran Norma
tingkah laku yang menyimpang dari norma sosial dan mengancam atau membuat cemas orang yang mengamatinya.
Misal, Kekerasan psikopat, perilaku liar manik, perilaku aneh skizofrenia.

3. Penderitaan Pribadi (Discomfort atau Personal Distress)
Suatu perilaku dimana individu secara personal merasa berada dalam situasi penuh tekanan baik stres dari lingkungan maupun kondisi dari dalam dirinya.
Misal, depresi, cemas berat karena takut rasa sakit.

4. Disabilitas atau Disfungsi (Maladaptif Behaviour)
Ketidakmampuan individu dalam beberapa bidang penting dalam hidup, baik hubungan kerja atau pribadi.
Misal, seseorang yang takut terbang melewatkan kesempatan bekerja di luar negeri.

5. Tidak Diharapkan (Unexpectedness)
Suatu respon dari perilaku yang tidak diharapkan terhadap stresor lingkungan karena sudah diluar proporsi.
Misal, kecemasan yang sangat dan terus menerus terhadap hartanya, walaupun seseorang tergolong kaya.

Kategori Tingkah Laku Abnormal (Maher & Maher, 1985)
1. Tingkah laku berbahaya terhadap diri dan orang lain
2. Kontak realitas yang buruk
3. Reaksi emosional yang tidak sesuai dengan situasi
4. Tingkah laku tidak menentu (aneh) atau beralih tanpa dapat diramalkan

Sumber:
Catatan dari dosen tercinta, Ibu Yulianita.

                                            

Selasa, 20 November 2012

Indahwanti-sayang-mama-papa: cinta ilahi

Indahwanti-sayang-mama-papa: cinta ilahi:                            Mutiara hati Sekiranya cinta tidak ditundukkan dan di akali maka ia lah yang akan mengakali jiwa yang ...

cinta ilahi


                         
 Mutiara hati

Sekiranya cinta tidak ditundukkan dan di akali maka ia lah yang akan mengakali jiwa yang menjadi tempanya berlinang.setelah itu,ia akan mendikte pikiran.ia akan membodohi diri.lalu ia akan menghentakkan anggota badan untuk memperagakan kemaksiatan.tak’lah bisa selanjutnya dibedakan hitam dan putih sehingga mengikuti dosa yang mengkaratkan hati.
Rasa cinta tidak muncul karena kehendak dan ikhtiar diri,namun dengan ikhtiar arahnya bisa diubah dari kecintaan pada sesuatu menuju pada sesuatu yang lain.dari cinta yang keliru kepada cinta yang hakiki.mencintailah dunia berikut seluruh mahluk yang berada di dalamnya dengan pengertian makna di baliknya ;bukan mencintai karena diri meraka sendiri.
Tidak berkata pada sesuatu, “Betapa Indah Ini!”
Tetapi berkata, “ Betapa Indah Penciptaannya!”
Tidak membiarkan ada cinta yang masuk kedalam kalbu selain kecintaan kepada Allah.bagian dalamnya merupakan cermin as-Shamad (Dzat tempat bergantung )
“ya Allah anugrahi kami rasa cinta pada-Mu dan pada sesuatu yang bisa mendekatkan kami pada-Mu”.



Cinta Ilahi.....

Minggu, 18 November 2012

KESEHATAN,KESAKITAN DAN PERILAKU KESEHATAN


KESEHATAN,KESAKITAN DAN PERILAKU KESEHATANA.PENGERTIAN KESEHATANKesehatan adalah salah satu konsep yang telah sering digunakan namun sukar dijelaskan artinya. Factor yang berbeda menyebabkan sukarnya mendefinisikan kesehatan, kesakitan dan penyakit. Meskipun begitu, kebanyakan sumber ilmiah setuju bahwa definisi kesehatan apapun harus mengandung paling tidak komponen biomedis, personal dan sosiokultural.Definisi menurut Winslow ( 1920 ) : Kesehatan masyarakat adalah ilmu dan seni ( kiat ) mencegah penyakit, memperpanjang usia, meningkatkan kesehatan fisik dan mental serta efisiensi, melalui upaya masyarakat yang terorganisir, guna : 1)Menyehatkan lingkungan, 2)Pemberantasan penyakit infeksi 4)Pengorganisasian pelayanan medis dan perawatan Guna ditegakkannya diagnosa dini dan tindakan pencegahan serta pengembangan sistem sosial yang akan menjamin bahwa setiap individu dalam masyarakat akan mendapatkan standar hidup yang layak untuk memelihara kesehatannya.Pengertian Kesehatan menurut wikipedia adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Sedangkan Pengertian Kesehatan menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tahun 1948  menyebutkan bahwa pengertian kesehatan adalah sebagai “suatu keadaan fisik, mental, dan sosial kesejahteraan dan bukan hanya ketiadaan penyakit atau kelemahan”Pada tahun 1986, WHO, dalam Piagam Ottawa untuk Promosi Kesehatan, mengatakan bahwa pengertian kesehatan adalah “sumber daya bagi kehidupan sehari-hari, bukan tujuan hidup Kesehatan adalah konsep positif menekankan sumber daya sosial dan pribadi, serta kemampuan fisik. Pengertian Kesehatan Menurut Undang-UndangDalam Undang-Undang ini yang pengertian kesehatan adalah:·         Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis.
·         Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan yang dilakukan oleh pemerintah dan atau masyarakat.
·         Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.
·         Sarana kesehatan adalah tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan.
·         Kesehatan adalah sesuatu yang sangat berguna
Pemeliharaan kesehatan adalah upaya penaggulangan dan pencegahan gangguan kesehatan yang memerlukan pemeriksaan, pengobatan dan/atau perawatan termasuk kehamilan dan persalinan.
Pendidikan kesehatan adalah proses membantu sesorang, dengan bertindak secara sendiri-sendiri ataupun secara kolektif, untuk membuat keputusan berdasarkan pengetahuan mengenai hal-hal yang memengaruhi kesehatan pribadinya dan orang lain.Definisi yang bahkan lebih sederhana diajukan oleh Larry Green dan para koleganya yang menulis bahwa pendidikan kesehatan adalah kombinasi pengalaman belajar yang dirancang untuk mempermudahadaptasi sukarela terhadap perilaku yang kondusif bagi kesehatan.
Data terakhir menunjukkan bahwa saat ini lebih dari 80 persen rakyat Indonesia tidak mampu mendapatjaminan kesehatan dari lembaga atau perusahaan di bidang pemeliharaan kesehatan, seperti Akses, Taspen, dan Jamsostek.Golongan masyarakat yang dianggap ‘teranaktirikan’ dalam hal jaminan kesehatan adalah mereka dari golongan masyarakat kecil dan pedagang. Dalam pelayanan kesehatan, masalah ini menjadi lebih pelik, berhubung dalam manajemen pelayanan kesehatan tidak saja terkait beberapa kelompok manusia, tetapi juga sifat yang khusus dari pelayanan kesehatan itu sendiri
Aspek-Aspek KesehatanPada dasarnya kesehatan itu meliputi empat aspek, antara lain :a)      Kesehatan fisik terwujud apabila sesorang tidak merasa dan mengeluh sakit atau tidak adanya keluhan dan memang secara objektif tidak tampak sakit. Semua organ tubuh berfungsi normal atau tidak mengalami gangguan.
b)      Kesehatan mental (jiwa) mencakup 3 komponen, yakni pikiran, emosional, dan spiritual.
·         Pikiran sehat tercermin dari cara berpikir atau jalan pikiran.
·         Emosional sehat tercermin dari kemampuan seseorang untuk mengekspresikan emosinya, misalnya takut, gembira, kuatir, sedih dan sebagainya.
·         Spiritual sehat tercermin dari cara seseorang dalam mengekspresikan rasa syukur, pujian, kepercayaan dan sebagainya terhadap sesuatu di luar alam fana ini, yakni Tuhan Yang Maha Kuasa. Misalnya sehat spiritual dapat dilihat dari praktik keagamaan seseorang. Dengan perkataan lain, sehat spiritual adalah keadaan dimana seseorang menjalankan ibadah dan semua aturan-aturan agama yang dianutnya.
c)      Kesehatan sosial terwujud apabila seseorang mampu berhubungan dengan orang lain atau kelompok lain secara baik, tanpa membedakan ras, suku, agama atau kepercayan, status sosial, ekonomi, politik, dan sebagainya, serta saling toleran dan menghargai.
d)     Kesehatan dari aspek ekonomi terlihat bila seseorang (dewasa) produktif, dalam arti mempunyai kegiatan yang menghasilkan sesuatu yang dapat menyokong terhadap hidupnya sendiri atau keluarganya secara finansial.
 Bagi mereka yang belum dewasa (siswa atau mahasiswa) dan usia lanjut (pensiunan), dengan sendirinya batasan ini tidak berlaku. Oleh sebab itu, bagi kelompok tersebut, yang berlaku adalah produktif secara sosial, yakni mempunyai kegiatan yang berguna bagi kehidupan mereka nanti, misalnya berprestasi bagi siswa atau mahasiswa, dan kegiatan sosial, keagamaan, atau pelayanan kemasyarakatan lainnya bagi usia lanjut.Tujuan Kesehatan Dalam Segala AspekSalah satu tujuan nasional adalah memajukan kesejahteraan bangsa, yang berarti memenuhi kebutuhan dasar manusia, yaitu pangan, sandang, pangan, pendidikan, kesehatan, lapangan kerja dan ketenteraman hidup. Tujuan pembangunan kesehatan adalah tercapainya kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk, jadi tanggung jawab untuk terwujudnya derajat kesehatan yang optimal berada di tangan seluruh masyarakat Indonesia, pemerintah dan swasta bersama-sama.
Tujuan dan Ruang Lingkup Kesehatan LingkunganTujuan dan ruang lingkup kesehatan lingkungan dapat dibagi menjadi dua, secara umum dan secara khusus. Tujuan dan ruang lingkup kesehatan lingkungan secara umum, antara lain:
·         Melakukan koreksi atau perbaikan terhadap segala bahaya dan ancaman pada kesehatan dan kesejahteraan hidup manusia.
·         Melakukan usaha pencegahan dengan cara mengatur sumber-sumber lingkungan dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan dan kesejahteraan hidup manusia.
·         Melakukan kerja sama dan menerapkan program terpadu di antara masyarakat dan institusi pemerintah serta lembaga nonpemerintah dalam menghadapi bencana alam atau wabah penyakit menular.
Adapun tujuan dan ruang lingkup kesehatan lingkungan secara khusus meliputi usaha-usaha perbaikan atau pengendalian terhadap lingkungan hidup manusia, yang di antaranya berupa:
·         Menyediakan air bersih yang cukup dan memenuhi persyaratan kesehatan.
·         Makanan dan minuman yang diproduksi dalam skala besar dan dikonsumsi secara luas oleh masyarakat.
·         Pencemaran udara akibat sisa pembakaran BBM, batubara, kebakaran hutan, dan gas beracun yang berbahaya bagi kesehatan dan makhluk hidup lain dan menjadi penyebab terjadinya perubahan ekosistem.
·         Limbah cair dan padat yang berasal dari rumah tangga, pertanian, peternakan, industri, rumah sakit, dan lain-lain.
·         Kontrol terhadap arthropoda dan rodent yang menjadi vektor penyakit dan cara memutuskan rantai penularan penyakitnya.
·         Perumahan dan bangunan yang layak huni dan memenuhi syarat kesehatan.
·         Kebisingan, radiasi, dan kesehatan kerja.
·         Survei sanitasi untuk perencanaan, pemantauan, dan evaluasi program kesehatan lingkungan
Tujuan Pembangunan KesehatanUntuk jangka panjang pembangunan bidang kesehatan diarahkan untuk tercapainya tujuan utama sebagai berikut:
·         Peningkatan kemampuan masyarakat untuk menolong dirinya sendiri dalam bidang kesehatan.
·         Perbaikan mutu lingkungan hidup yang dapat menjamin kesehatan.
·         Peningkatan status gizi masyarakat.
·         Pengurangan kesakitan (morbiditas) dan kematian (mortalitas).
·         Pengembangan keluarga sehat sejahtera, dengan makin diterimanya norma keluarga kecil yang bahagia dan sejahtera.
Dasar-Dasar Pembangunan KesehatanDasar-dasar pembangunan nasional di bidang kesehatan adalah sebagai berikut:
·         Semua warga negara berhak memperoleh derajat kesehatan yang optimal agar dapat bekerja dan hidup layak sesuai dengan martabat manusia.
·         Pemerintah dan masyarakat bertanggung jawab dalam memelihara dan mempertinggi derajat kesehatan rakyat.
·         Penyelenggaraan upaya kesehatan diatur oleh pemerintah dan dilakukan secara serasi dan seimbang oleh pemerintah dan masyarakat.
 B.PENYAKIT-KESAKITANTanpa pemahaman tentang berbagai konsep penyakit, kita tidak mampu mempunyai dasar pemikiran yang kuat untuk mendeteksi serta mengenal setiap perbedaan yang ditemukan pada pelayanan kesehatan pada masa kini. Kesenjangan antara konsep penyakit yang dianut oleh petugas kesehatan dan yang dianut oleh masyarakat sering menyebabkan gagalnya upaya meningkatkan kesehatan di masyarakat.Penyakit (disease) dan kesakitan (illness),meskipun sangat berkaitan satu sama lainnya namun mencerminkan suatu perbedaan yang fundamental dan konsepsional tentang periode sakit. Menurut cassell” kesakitan adalah apa yang dirasakan pasien saat dia pergi ke dokter,sedangkan penyakit apa yang didapatkannya sepulang dari dokter”. (HELMAN 1990)  Berikut ini adalah pengertian dan definisi penyakit:# KATHLEEN MEEHAN ARIASPenyakit adalah suatu kesakitan yang biasanya memiliki sedikitnya dua sifat dari kriteria ini: agen atiologik telah diketahui, kelompok tanda serta gejala yang dapat diidentifikasi, atau perubahan anatomi yang konsisten# DR. BEATE JACOBPenyakit adalah suatu penyimpangan dari keadaan tubuh yang normal atau ketidakharmonisan jiwa # WAHYUDIN RAJAB, M. EpidPenyakit adalah keadaan yang bersifat objektif dan rasa sakit bersifat subjektif # DR. EKO DUDIARTOPenyakit adalah Kegagalan mekanisme adaptasi suatu organisme untuk bereaksi secara tepat terhadap rangsangan atau tekanan sehingga timbul gangguan pada fungsi atau struktur organ atau sistem tubuh # THOMAS TIMMRECKPenyakit adalah suatu keadaan dimana terdapat gangguan terhadap bentuk dan fungsi tubuh sehingga berada dalam keadaan tidak normal. # ELIZABETH J. CROWNPenyakit ialah perihal kehadiran seperangkat respons tubuh yang abnormal terhadap agen, dimana manusia mempunyai toleransi sedikit atau tidak samasekali # GEORGE PICKETT & JOHN J. HANLONPenyakit adalah fungsi dari kekuatan agens penyebab dan daya tahan tubuh manusia # AZIZAN HAJI BAHARUDDINPenyakit ialah keadaan yang diakibatkan oleh kerusakan keseimbangan fungsi tubuh dan bagian badan # MUNADJAD ISKANDARPenyakit adalah suatu proses alami yang harus kita hadapi, bukan untuk kita musuhiPenyakit adalah sesuatu yang dimiliki suatu organ sedangkan illness adalah sesuatu yang dimiliki seseorang.Kesakitan adalah respon subyektif dari pasien serta respon disekitarnya terhadap keadaan tidak sehat.tidak hanya memasukkan pengalan tidak sehatnya saja,tapi juga arti pengalaman tersebut bagi dia (HELMAN 1990).Justru arti inilah menentukan bahwa penyakit atau gejala yang sama, bisa ditafsirkan secara sangat berbeda oleh dua pasien yang berasal dari budaya yang berbeda. Hal ini juga akan mempengaruhi perilaku mereka selanjutnya serta jenis perawatan yang dicari. C.PRILAKU KESEHATAN Definisi tersebut tidak hanya meliputi tindakan yang dapat secara langsung diamati dan jelas tetapi juga kejadian mental dan keadaan perasaan yang diteliti dan diukur secara tidak langsung. Sebagai tambahan, definisi komprehensif Gochman merangkum beberapa definisi dan atau klasifikasi perilaku kesehatan yang lain. Di Indonesia istilah “perilaku kesehatan” sudah lama dikenal dalam 15 tahun akhir-akhir ini konsep-konsep di bidang perilaku yang berkaitan dengan kesehatan ini sedang berkembang dengan pesatnya. Khususnya, di bidang antropogi medis dan kesehatan masyarakat. Haruslah dicatat bahwa istilah perilaku kesehatan dapat menimbulkan beberapa kesimpangsiuran. Istilah ini dapat memberikan pengertian bahwa kami hanya berbicara mengenai perilaku yang secara sengaja dilakukan dalam kaitannya dengan kesehatan. Kenyataannya banyak sekali perilaku yang dapat mempengaruhi kesehatan, bahkan seandainya seseorang tidak mengetahuinya atau melakukannya dengan alas an yang sama sekali berbeda. Sebagai contoh, seseorang mungkin melakukan olahraga hanya untuk mengadakan hubungan social, bukan untuk menjaga kesehatan. Atau gosok gigi karena kebiasaan bukan karena alasan kesehatan. perilaku kesehatan  (Menurut Skinner) adalah suatu respon seseorang terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayana kesehatan, makanan dan minuman, serta lingkungan. perilaku kesehatan mencakup :
  1. perilaku
     seseorang terhadap sakit dan penyakit baik pasif maupun aktif, sesuai dengan tingkat-tingkat pencegahan penyakit
  1. Health Promotion Behavior
                  Peningkatan & pemeliharaan kesehatan                  misalnya Olah raga, diet, makan bergizi
            b.   Health Preventive Behavior                  Mencegah penyakit                  misalnya Imunisasi, penyemprotan nyamuk      c.   Health Seeking Behavior            Mencari pengobatan            misalnya ke dokter, ke dukund.      Health Rehabilitation Behavior           Pemulihan kesehatan
           misalnya   diet, mematuhi anjuran dokter
 2.   perilaku terhadap sistem pelayanan kesehatan (modern/tradisional) meliputi
             respon terhadap pelayanan, petugas kesehatan, obat 3.   perilaku terhadap makanan (nutrition behavior) Respon terhadap makanan       sebagai kebutuhan vital bagi kehidupan
4.   perilaku terhadap lingkungan kesehatan sespon terhadap lingkungan sebagai
       determinan kesehatan, mencakup:
                perilaku sehubungan dengan air bersih
          perilaku sehubungan dengan limbah
          perilaku sehubungan dengan rumah sehat
D.STATUS KESEHATAN 

Status kesehatan adalah keadaan kesehatan pada waktu tertentu. Karena itu, status kesehatan tidak sama dengan perilaku kesehatan. Bagaimanapun, menurut Cochman, persepsi seseorang terhadap status atau persepsi peningkatan, kesembuhan atau perubahan lain pada status kesehatan adalah perilaku kesehatan. 


E.FAKTOR RESIKO DAN FAKTOR PROTEKTIF 

Faktor Resiko Dalam bidang kesehatan, konsep factor resiko (dan perilaku beresiko, kelompok beresiko) merupakan konsep kunci dalam penelitian, peningkatan teori serta pencegahan dan promosi kesehatan. Dulu, penggunaan konsep resiko merupakan biomedis yang memantulkan perhatian akan hasil yang merugikan yang berhubungan dengan morbiditas dan mortalitas. Sebagai contoh, hipertensi dan kolesterol berserum tinggi merupakan factor resiko bagi penyakit kardiovaskuler. Akhir-akhir ini pencarian epidemiologi terhadap factor resiko penyakit dan kesakitan, khususnya bagi penyakit kronis, telah berkembang menjadi dua bidang baru lingkungan social dan perilaku. Komponen perilaku dapat dilihat dalam dua aspek perkembangan penyakit. Pertama, perilaku mempengaruhi factor resiko penyakit tertentu. Factor resiko adalah cirri-ciri kelompok individu yang menunjuk mereka sebagai at high risk terhadap penyakit tertentu. Sebagai contohnya, kelompok orang yang makan makanan dengan asam lemak yang tinggi biasanya meningkatkan derajat kolesterol serum, factor resiko bagi penyakit jantung koroner. Kedua, perilaku itu sendiri dapat berupa factor resiko utama baik bagi penyakit jantung koroner maupun kanker paru karena kemungkinan mendapatkan penyakit ini lebih besar pada perokok daripada orang yang tidak merokok. Tinjauan pustaka menyangkal bahwa ada konsesus mengenai beberapa perilaku beresiko yang menyolok. Kokeny menyebutkan diet, kegiatan fisik, merokok dan penyalahgunaan minuman keras dan obat-obatan, resiko lingkungan manusia dan resiko lingkungan. Psychosomatic medicine mulai memfokuskan diri pada pendekatan-pendekatan dan teori-teori baru yang menyangkut hubungan antara factor psikologis dan social, fungsi biologis dan psikologis, dan perkembangan masalah penyakit. Definisi ini secara jelas memantulkan adanya kesadaran akan pentingnya peran aspek-aspek psikologis dan perilaku di dalam perawatan kesehatan, sebaik kebutuhan suatu disiplin yang mengintegrasikan riset dan praktek perilaku di dalam perawatan medis. Walaupun paradigma dasarnya adalah model medis, keistimewaan relevansi disiplin ini ada karakter interdisiplinernya. Behavioral medicine, yang menghadapi kesehatan, kesakitan dan disfungsinya yang berkaitan, bersandar pada kontribusi macam-macam disiplin seperti psikologi, sosiologi, epidemiologi, neuroanatomi, imunologi, nursing, pekerja social dan banyak lagi yang lain. Topic-topik behavioral medicine adalah mekanisme penyakit (seperti : peran stress atau tipe A pada penyakit kardiovaskuler, kesabaran para pengambil keputusan, ketaatan, efektivitas pendidikan kesehatan, efektifitas modifikasi perilaku yang kurang sehat, efektifitas pengurangan secara langsung illness (asma, hipertensi, sakit kepala, dll) dan perilaku kesakitan/ illness behavior pada tingkat individu dan kelompok. Bagaimanapun, Gochan menentang bahwa behavior medicine menghadapi ketegangan, stress atau kecemasan dan penyimpangan non fisik lain yang mempunyai kaitan sangat penting dengan keseluruhan kesejahteraan individu, hanya kalau hal tersebut berkaitan dengan gangguan fisik yang khusus. Penting untuk dicatat adalah bahwa behavioral medicine akhir-akhir ini tidak hanya menekankan integrasi dari ilmu perilaku (behaviorism dan teori belajar yang murni, contohnya bio-feedback) dan ilmu biomedis dalam usaha – usaha perawatan kesehatan. Perubahan konsep kesehatan, evolusi dalam perawatan kesehatan dan evolusi lainnya, mengakibatkan penerapan psikologi yang baru dalam perawatan kesehatan dan masyarakat yang berikutnya :

Status kesehatan adalah keadaan kesehatan pada waktu tertentu. Karena itu, status kesehatan tidak sama dengan perilaku kesehatan. Bagaimanapun, menurut Cochman, persepsi seseorang terhadap status atau persepsi peningkatan, kesembuhan atau perubahan lain pada status kesehatan adalah perilaku kesehatan. 

E.FAKTOR RESIKO DAN FAKTOR PROTEKTIF 
Faktor Resiko Dalam bidang kesehatan, konsep factor resiko (dan perilaku beresiko, kelompok beresiko) merupakan konsep kunci dalam penelitian, peningkatan teori serta pencegahan dan promosi kesehatan. Dulu, penggunaan konsep resiko merupakan biomedis yang memantulkan perhatian akan hasil yang merugikan yang berhubungan dengan morbiditas dan mortalitas. Sebagai contoh, hipertensi dan kolesterol berserum tinggi merupakan factor resiko bagi penyakit kardiovaskuler. Akhir-akhir ini pencarian epidemiologi terhadap factor resiko penyakit dan kesakitan, khususnya bagi penyakit kronis, telah berkembang menjadi dua bidang baru lingkungan social dan perilaku. Komponen perilaku dapat dilihat dalam dua aspek perkembangan penyakit. Pertama, perilaku mempengaruhi factor resiko penyakit tertentu. Factor resiko adalah cirri-ciri kelompok individu yang menunjuk mereka sebagai at high risk terhadap penyakit tertentu. Sebagai contohnya, kelompok orang yang makan makanan dengan asam lemak yang tinggi biasanya meningkatkan derajat kolesterol serum, factor resiko bagi penyakit jantung koroner. Kedua, perilaku itu sendiri dapat berupa factor resiko utama baik bagi penyakit jantung koroner maupun kanker paru karena kemungkinan mendapatkan penyakit ini lebih besar pada perokok daripada orang yang tidak merokok. Tinjauan pustaka menyangkal bahwa ada konsesus mengenai beberapa perilaku beresiko yang menyolok. Kokeny menyebutkan diet, kegiatan fisik, merokok dan penyalahgunaan minuman keras dan obat-obatan, resiko lingkungan manusia dan resiko lingkungan. Psychosomatic medicine mulai memfokuskan diri pada pendekatan-pendekatan dan teori-teori baru yang menyangkut hubungan antara factor psikologis dan social, fungsi biologis dan psikologis, dan perkembangan masalah penyakit. Definisi ini secara jelas memantulkan adanya kesadaran akan pentingnya peran aspek-aspek psikologis dan perilaku di dalam perawatan kesehatan, sebaik kebutuhan suatu disiplin yang mengintegrasikan riset dan praktek perilaku di dalam perawatan medis. Walaupun paradigma dasarnya adalah model medis, keistimewaan relevansi disiplin ini ada karakter interdisiplinernya. Behavioral medicine, yang menghadapi kesehatan, kesakitan dan disfungsinya yang berkaitan, bersandar pada kontribusi macam-macam disiplin seperti psikologi, sosiologi, epidemiologi, neuroanatomi, imunologi, nursing, pekerja social dan banyak lagi yang lain. Topic-topik behavioral medicine adalah mekanisme penyakit (seperti : peran stress atau tipe A pada penyakit kardiovaskuler, kesabaran para pengambil keputusan, ketaatan, efektivitas pendidikan kesehatan, efektifitas modifikasi perilaku yang kurang sehat, efektifitas pengurangan secara langsung illness (asma, hipertensi, sakit kepala, dll) dan perilaku kesakitan/ illness behavior pada tingkat individu dan kelompok. Bagaimanapun, Gochan menentang bahwa behavior medicine menghadapi ketegangan, stress atau kecemasan dan penyimpangan non fisik lain yang mempunyai kaitan sangat penting dengan keseluruhan kesejahteraan individu, hanya kalau hal tersebut berkaitan dengan gangguan fisik yang khusus. Penting untuk dicatat adalah bahwa behavioral medicine akhir-akhir ini tidak hanya menekankan integrasi dari ilmu perilaku (behaviorism dan teori belajar yang murni, contohnya bio-feedback) dan ilmu biomedis dalam usaha – usaha perawatan kesehatan. Perubahan konsep kesehatan, evolusi dalam perawatan kesehatan dan evolusi lainnya, mengakibatkan penerapan psikologi yang baru dalam perawatan kesehatan dan masyarakat yang berikutnya :Status kesehatan adalah keadaan kesehatan pada waktu tertentu. Karena itu, status kesehatan tidak sama dengan perilaku kesehatan. Bagaimanapun, menurut Cochman, persepsi seseorang terhadap status atau persepsi peningkatan, kesembuhan atau perubahan lain pada status kesehatan adalah perilaku kesehatan. 
E.FAKTOR RESIKO DAN FAKTOR PROTEKTIF Faktor Resiko Dalam bidang kesehatan, konsep factor resiko (dan perilaku beresiko, kelompok beresiko) merupakan konsep kunci dalam penelitian, peningkatan teori serta pencegahan dan promosi kesehatan. Dulu, penggunaan konsep resiko merupakan biomedis yang memantulkan perhatian akan hasil yang merugikan yang berhubungan dengan morbiditas dan mortalitas. Sebagai contoh, hipertensi dan kolesterol berserum tinggi merupakan factor resiko bagi penyakit kardiovaskuler. Akhir-akhir ini pencarian epidemiologi terhadap factor resiko penyakit dan kesakitan, khususnya bagi penyakit kronis, telah berkembang menjadi dua bidang baru lingkungan social dan perilaku. Komponen perilaku dapat dilihat dalam dua aspek perkembangan penyakit. Pertama, perilaku mempengaruhi factor resiko penyakit tertentu. Factor resiko adalah cirri-ciri kelompok individu yang menunjuk mereka sebagai at high risk terhadap penyakit tertentu. Sebagai contohnya, kelompok orang yang makan makanan dengan asam lemak yang tinggi biasanya meningkatkan derajat kolesterol serum, factor resiko bagi penyakit jantung koroner. Kedua, perilaku itu sendiri dapat berupa factor resiko utama baik bagi penyakit jantung koroner maupun kanker paru karena kemungkinan mendapatkan penyakit ini lebih besar pada perokok daripada orang yang tidak merokok. Tinjauan pustaka menyangkal bahwa ada konsesus mengenai beberapa perilaku beresiko yang menyolok. Kokeny menyebutkan diet, kegiatan fisik, merokok dan penyalahgunaan minuman keras dan obat-obatan, resiko lingkungan manusia dan resiko lingkungan. Psychosomatic medicine mulai memfokuskan diri pada pendekatan-pendekatan dan teori-teori baru yang menyangkut hubungan antara factor psikologis dan social, fungsi biologis dan psikologis, dan perkembangan masalah penyakit. Definisi ini secara jelas memantulkan adanya kesadaran akan pentingnya peran aspek-aspek psikologis dan perilaku di dalam perawatan kesehatan, sebaik kebutuhan suatu disiplin yang mengintegrasikan riset dan praktek perilaku di dalam perawatan medis. Walaupun paradigma dasarnya adalah model medis, keistimewaan relevansi disiplin ini ada karakter interdisiplinernya. Behavioral medicine, yang menghadapi kesehatan, kesakitan dan disfungsinya yang berkaitan, bersandar pada kontribusi macam-macam disiplin seperti psikologi, sosiologi, epidemiologi, neuroanatomi, imunologi, nursing, pekerja social dan banyak lagi yang lain. Topic-topik behavioral medicine adalah mekanisme penyakit (seperti : peran stress atau tipe A pada penyakit kardiovaskuler, kesabaran para pengambil keputusan, ketaatan, efektivitas pendidikan kesehatan, efektifitas modifikasi perilaku yang kurang sehat, efektifitas pengurangan secara langsung illness (asma, hipertensi, sakit kepala, dll) dan perilaku kesakitan/ illness behavior pada tingkat individu dan kelompok. Bagaimanapun, Gochan menentang bahwa behavior medicine menghadapi ketegangan, stress atau kecemasan dan penyimpangan non fisik lain yang mempunyai kaitan sangat penting dengan keseluruhan kesejahteraan individu, hanya kalau hal tersebut berkaitan dengan gangguan fisik yang khusus. Penting untuk dicatat adalah bahwa behavioral medicine akhir-akhir ini tidak hanya menekankan integrasi dari ilmu perilaku (behaviorism dan teori belajar yang murni, contohnya bio-feedback) dan ilmu biomedis dalam usaha – usaha perawatan kesehatan. Perubahan konsep kesehatan, evolusi dalam perawatan kesehatan dan evolusi lainnya, mengakibatkan penerapan psikologi yang baru dalam perawatan kesehatan dan masyarakat yang berikutnya :Status kesehatan adalah keadaan kesehatan pada waktu tertentu. Karena itu, status kesehatan tidak sama dengan perilaku kesehatan. Bagaimanapun, menurut Cochman, persepsi seseorang terhadap status atau persepsi peningkatan, kesembuhan atau perubahan lain pada status kesehatan adalah perilaku kesehatan. E.FAKTOR RESIKO DAN FAKTOR PROTEKTIF Faktor Resiko Dalam bidang kesehatan, konsep factor resiko (dan perilaku beresiko, kelompok beresiko) merupakan konsep kunci dalam penelitian, peningkatan teori serta pencegahan dan promosi kesehatan. Dulu, penggunaan konsep resiko merupakan biomedis yang memantulkan perhatian akan hasil yang merugikan yang berhubungan dengan morbiditas dan mortalitas. Sebagai contoh, hipertensi dan kolesterol berserum tinggi merupakan factor resiko bagi penyakit kardiovaskuler. Akhir-akhir ini pencarian epidemiologi terhadap factor resiko penyakit dan kesakitan, khususnya bagi penyakit kronis, telah berkembang menjadi dua bidang baru lingkungan social dan perilaku. Komponen perilaku dapat dilihat dalam dua aspek perkembangan penyakit. Pertama, perilaku mempengaruhi factor resiko penyakit tertentu. Factor resiko adalah cirri-ciri kelompok individu yang menunjuk mereka sebagai at high risk terhadap penyakit tertentu. Sebagai contohnya, kelompok orang yang makan makanan dengan asam lemak yang tinggi biasanya meningkatkan derajat kolesterol serum, factor resiko bagi penyakit jantung koroner. Kedua, perilaku itu sendiri dapat berupa factor resiko utama baik bagi penyakit jantung koroner maupun kanker paru karena kemungkinan mendapatkan penyakit ini lebih besar pada perokok daripada orang yang tidak merokok. Tinjauan pustaka menyangkal bahwa ada konsesus mengenai beberapa perilaku beresiko yang menyolok. Kokeny menyebutkan diet, kegiatan fisik, merokok dan penyalahgunaan minuman keras dan obat-obatan, resiko lingkungan manusia dan resiko lingkungan. Psychosomatic medicine mulai memfokuskan diri pada pendekatan-pendekatan dan teori-teori baru yang menyangkut hubungan antara factor psikologis dan social, fungsi biologis dan psikologis, dan perkembangan masalah penyakit. Definisi ini secara jelas memantulkan adanya kesadaran akan pentingnya peran aspek-aspek psikologis dan perilaku di dalam perawatan kesehatan, sebaik kebutuhan suatu disiplin yang mengintegrasikan riset dan praktek perilaku di dalam perawatan medis. Walaupun paradigma dasarnya adalah model medis, keistimewaan relevansi disiplin ini ada karakter interdisiplinernya. Behavioral medicine, yang menghadapi kesehatan, kesakitan dan disfungsinya yang berkaitan, bersandar pada kontribusi macam-macam disiplin seperti psikologi, sosiologi, epidemiologi, neuroanatomi, imunologi, nursing, pekerja social dan banyak lagi yang lain. Topic-topik behavioral medicine adalah mekanisme penyakit (seperti : peran stress atau tipe A pada penyakit kardiovaskuler, kesabaran para pengambil keputusan, ketaatan, efektivitas pendidikan kesehatan, efektifitas modifikasi perilaku yang kurang sehat, efektifitas pengurangan secara langsung illness (asma, hipertensi, sakit kepala, dll) dan perilaku kesakitan/ illness behavior pada tingkat individu dan kelompok. Bagaimanapun, Gochan menentang bahwa behavior medicine menghadapi ketegangan, stress atau kecemasan dan penyimpangan non fisik lain yang mempunyai kaitan sangat penting dengan keseluruhan kesejahteraan individu, hanya kalau hal tersebut berkaitan dengan gangguan fisik yang khusus. Penting untuk dicatat adalah bahwa behavioral medicine akhir-akhir ini tidak hanya menekankan integrasi dari ilmu perilaku (behaviorism dan teori belajar yang murni, contohnya bio-feedback) dan ilmu biomedis dalam usaha – usaha perawatan kesehatan. Perubahan konsep kesehatan, evolusi dalam perawatan kesehatan dan evolusi lainnya, mengakibatkan penerapan psikologi yang baru dalam perawatan kesehatan dan masyarakat yang berikutnya :Status kesehatan adalah keadaan kesehatan pada waktu tertentu. Karena itu, status kesehatan tidak sama dengan perilaku kesehatan. Bagaimanapun, menurut Cochman, persepsi seseorang terhadap status atau persepsi peningkatan, kesembuhan atau perubahan lain pada status kesehatan adalah perilaku kesehatan. E.FAKTOR RESIKO DAN FAKTOR PROTEKTIF Faktor Resiko Dalam bidang kesehatan, konsep factor resiko (dan perilaku beresiko, kelompok beresiko) merupakan konsep kunci dalam penelitian, peningkatan teori serta pencegahan dan promosi kesehatan. Dulu, penggunaan konsep resiko merupakan biomedis yang memantulkan perhatian akan hasil yang merugikan yang berhubungan dengan morbiditas dan mortalitas. Sebagai contoh, hipertensi dan kolesterol berserum tinggi merupakan factor resiko bagi penyakit kardiovaskuler. Akhir-akhir ini pencarian epidemiologi terhadap factor resiko penyakit dan kesakitan, khususnya bagi penyakit kronis, telah berkembang menjadi dua bidang baru lingkungan social dan perilaku. Komponen perilaku dapat dilihat dalam dua aspek perkembangan penyakit. Pertama, perilaku mempengaruhi factor resiko penyakit tertentu. Factor resiko adalah cirri-ciri kelompok individu yang menunjuk mereka sebagai at high risk terhadap penyakit tertentu. Sebagai contohnya, kelompok orang yang makan makanan dengan asam lemak yang tinggi biasanya meningkatkan derajat kolesterol serum, factor resiko bagi penyakit jantung koroner. Kedua, perilaku itu sendiri dapat berupa factor resiko utama baik bagi penyakit jantung koroner maupun kanker paru karena kemungkinan mendapatkan penyakit ini lebih besar pada perokok daripada orang yang tidak merokok. Tinjauan pustaka menyangkal bahwa ada konsesus mengenai beberapa perilaku beresiko yang menyolok. Kokeny menyebutkan diet, kegiatan fisik, merokok dan penyalahgunaan minuman keras dan obat-obatan, resiko lingkungan manusia dan resiko lingkungan. Psychosomatic medicine mulai memfokuskan diri pada pendekatan-pendekatan dan teori-teori baru yang menyangkut hubungan antara factor psikologis dan social, fungsi biologis dan psikologis, dan perkembangan masalah penyakit. Definisi ini secara jelas memantulkan adanya kesadaran akan pentingnya peran aspek-aspek psikologis dan perilaku di dalam perawatan kesehatan, sebaik kebutuhan suatu disiplin yang mengintegrasikan riset dan praktek perilaku di dalam perawatan medis. Walaupun paradigma dasarnya adalah model medis, keistimewaan relevansi disiplin ini ada karakter interdisiplinernya. Behavioral medicine, yang menghadapi kesehatan, kesakitan dan disfungsinya yang berkaitan, bersandar pada kontribusi macam-macam disiplin seperti psikologi, sosiologi, epidemiologi, neuroanatomi, imunologi, nursing, pekerja social dan banyak lagi yang lain. Topic-topik behavioral medicine adalah mekanisme penyakit (seperti : peran stress atau tipe A pada penyakit kardiovaskuler, kesabaran para pengambil keputusan, ketaatan, efektivitas pendidikan kesehatan, efektifitas modifikasi perilaku yang kurang sehat, efektifitas pengurangan secara langsung illness (asma, hipertensi, sakit kepala, dll) dan perilaku kesakitan/ illness behavior pada tingkat individu dan kelompok. Bagaimanapun, Gochan menentang bahwa behavior medicine menghadapi ketegangan, stress atau kecemasan dan penyimpangan non fisik lain yang mempunyai kaitan sangat penting dengan keseluruhan kesejahteraan individu, hanya kalau hal tersebut berkaitan dengan gangguan fisik yang khusus. Penting untuk dicatat adalah bahwa behavioral medicine akhir-akhir ini tidak hanya menekankan integrasi dari ilmu perilaku (behaviorism dan teori belajar yang murni, contohnya bio-feedback) dan ilmu biomedis dalam usaha – usaha perawatan kesehatan. Perubahan konsep kesehatan, evolusi dalam perawatan kesehatan dan evolusi lainnya, mengakibatkan penerapan psikologi yang baru dalam perawatan kesehatan dan masyarakat yang berikutnya :Status kesehatan adalah keadaan kesehatan pada waktu tertentu. Karena itu, status kesehatan tidak sama dengan perilaku kesehatan. Bagaimanapun, menurut Cochman, persepsi seseorang terhadap status atau persepsi peningkatan, kesembuhan atau perubahan lain pada status kesehatan adalah perilaku kesehatan. E.FAKTOR RESIKO DAN FAKTOR PROTEKTIF Faktor Resiko Dalam bidang kesehatan, konsep factor resiko (dan perilaku beresiko, kelompok beresiko) merupakan konsep kunci dalam penelitian, peningkatan teori serta pencegahan dan promosi kesehatan. Dulu, penggunaan konsep resiko merupakan biomedis yang memantulkan perhatian akan hasil yang merugikan yang berhubungan dengan morbiditas dan mortalitas. Sebagai contoh, hipertensi dan kolesterol berserum tinggi merupakan factor resiko bagi penyakit kardiovaskuler. Akhir-akhir ini pencarian epidemiologi terhadap factor resiko penyakit dan kesakitan, khususnya bagi penyakit kronis, telah berkembang menjadi dua bidang baru lingkungan social dan perilaku. Komponen perilaku dapat dilihat dalam dua aspek perkembangan penyakit. Pertama, perilaku mempengaruhi factor resiko penyakit tertentu. Factor resiko adalah cirri-ciri kelompok individu yang menunjuk mereka sebagai at high risk terhadap penyakit tertentu. Sebagai contohnya, kelompok orang yang makan makanan dengan asam lemak yang tinggi biasanya meningkatkan derajat kolesterol serum, factor resiko bagi penyakit jantung koroner. Kedua, perilaku itu sendiri dapat berupa factor resiko utama baik bagi penyakit jantung koroner maupun kanker paru karena kemungkinan mendapatkan penyakit ini lebih besar pada perokok daripada orang yang tidak merokok. Tinjauan pustaka menyangkal bahwa ada konsesus mengenai beberapa perilaku beresiko yang menyolok. Kokeny menyebutkan diet, kegiatan fisik, merokok dan penyalahgunaan minuman keras dan obat-obatan, resiko lingkungan manusia dan resiko lingkungan. Psychosomatic medicine mulai memfokuskan diri pada pendekatan-pendekatan dan teori-teori baru yang menyangkut hubungan antara factor psikologis dan social, fungsi biologis dan psikologis, dan perkembangan masalah penyakit. Definisi ini secara jelas memantulkan adanya kesadaran akan pentingnya peran aspek-aspek psikologis dan perilaku di dalam perawatan kesehatan, sebaik kebutuhan suatu disiplin yang mengintegrasikan riset dan praktek perilaku di dalam perawatan medis. Walaupun paradigma dasarnya adalah model medis, keistimewaan relevansi disiplin ini ada karakter interdisiplinernya. Behavioral medicine, yang menghadapi kesehatan, kesakitan dan disfungsinya yang berkaitan, bersandar pada kontribusi macam-macam disiplin seperti psikologi, sosiologi, epidemiologi, neuroanatomi, imunologi, nursing, pekerja social dan banyak lagi yang lain. Topic-topik behavioral medicine adalah mekanisme penyakit (seperti : peran stress atau tipe A pada penyakit kardiovaskuler, kesabaran para pengambil keputusan, ketaatan, efektivitas pendidikan kesehatan, efektifitas modifikasi perilaku yang kurang sehat, efektifitas pengurangan secara langsung illness (asma, hipertensi, sakit kepala, dll) dan perilaku kesakitan/ illness behavior pada tingkat individu dan kelompok. Bagaimanapun, Gochan menentang bahwa behavior medicine menghadapi ketegangan, stress atau kecemasan dan penyimpangan non fisik lain yang mempunyai kaitan sangat penting dengan keseluruhan kesejahteraan individu, hanya kalau hal tersebut berkaitan dengan gangguan fisik yang khusus. Penting untuk dicatat adalah bahwa behavioral medicine akhir-akhir ini tidak hanya menekankan integrasi dari ilmu perilaku (behaviorism dan teori belajar yang murni, contohnya bio-feedback) dan ilmu biomedis dalam usaha – usaha perawatan kesehatan. Perubahan konsep kesehatan, evolusi dalam perawatan kesehatan dan evolusi lainnya, mengakibatkan penerapan psikologi yang baru dalam perawatan kesehatan dan masyarakat yang berikutnya :Status kesehatan adalah keadaan kesehatan pada waktu tertentu. Karena itu, status kesehatan tidak sama dengan perilaku kesehatan. Bagaimanapun, menurut Cochman, persepsi seseorang terhadap status atau persepsi peningkatan, kesembuhan atau perubahan lain pada status kesehatan adalah perilaku kesehatan. E.FAKTOR RESIKO DAN FAKTOR PROTEKTIF Faktor Resiko Dalam bidang kesehatan, konsep factor resiko (dan perilaku beresiko, kelompok beresiko) merupakan konsep kunci dalam penelitian, peningkatan teori serta pencegahan dan promosi kesehatan. Dulu, penggunaan konsep resiko merupakan biomedis yang memantulkan perhatian akan hasil yang merugikan yang berhubungan dengan morbiditas dan mortalitas. Sebagai contoh, hipertensi dan kolesterol berserum tinggi merupakan factor resiko bagi penyakit kardiovaskuler. Akhir-akhir ini pencarian epidemiologi terhadap factor resiko penyakit dan kesakitan, khususnya bagi penyakit kronis, telah berkembang menjadi dua bidang baru lingkungan social dan perilaku. Komponen perilaku dapat dilihat dalam dua aspek perkembangan penyakit. Pertama, perilaku mempengaruhi factor resiko penyakit tertentu. Factor resiko adalah cirri-ciri kelompok individu yang menunjuk mereka sebagai at high risk terhadap penyakit tertentu. Sebagai contohnya, kelompok orang yang makan makanan dengan asam lemak yang tinggi biasanya meningkatkan derajat kolesterol serum, factor resiko bagi penyakit jantung koroner. Kedua, perilaku itu sendiri dapat berupa factor resiko utama baik bagi penyakit jantung koroner maupun kanker paru karena kemungkinan mendapatkan penyakit ini lebih besar pada perokok daripada orang yang tidak merokok. Tinjauan pustaka menyangkal bahwa ada konsesus mengenai beberapa perilaku beresiko yang menyolok. Kokeny menyebutkan diet, kegiatan fisik, merokok dan penyalahgunaan minuman keras dan obat-obatan, resiko lingkungan manusia dan resiko lingkungan. Psychosomatic medicine mulai memfokuskan diri pada pendekatan-pendekatan dan teori-teori baru yang menyangkut hubungan antara factor psikologis dan social, fungsi biologis dan psikologis, dan perkembangan masalah penyakit. Definisi ini secara jelas memantulkan adanya kesadaran akan pentingnya peran aspek-aspek psikologis dan perilaku di dalam perawatan kesehatan, sebaik kebutuhan suatu disiplin yang mengintegrasikan riset dan praktek perilaku di dalam perawatan medis. Walaupun paradigma dasarnya adalah model medis, keistimewaan relevansi disiplin ini ada karakter interdisiplinernya. Behavioral medicine, yang menghadapi kesehatan, kesakitan dan disfungsinya yang berkaitan, bersandar pada kontribusi macam-macam disiplin seperti psikologi, sosiologi, epidemiologi, neuroanatomi, imunologi, nursing, pekerja social dan banyak lagi yang lain. Topic-topik behavioral medicine adalah mekanisme penyakit (seperti : peran stress atau tipe A pada penyakit kardiovaskuler, kesabaran para pengambil keputusan, ketaatan, efektivitas pendidikan kesehatan, efektifitas modifikasi perilaku yang kurang sehat, efektifitas pengurangan secara langsung illness (asma, hipertensi, sakit kepala, dll) dan perilaku kesakitan/ illness behavior pada tingkat individu dan kelompok. Bagaimanapun, Gochan menentang bahwa behavior medicine menghadapi ketegangan, stress atau kecemasan dan penyimpangan non fisik lain yang mempunyai kaitan sangat penting dengan keseluruhan kesejahteraan individu, hanya kalau hal tersebut berkaitan dengan gangguan fisik yang khusus. Penting untuk dicatat adalah bahwa behavioral medicine akhir-akhir ini tidak hanya menekankan integrasi dari ilmu perilaku (behaviorism dan teori belajar yang murni, contohnya bio-feedback) dan ilmu biomedis dalam usaha – usaha perawatan kesehatan. Perubahan konsep kesehatan, evolusi dalam perawatan kesehatan dan evolusi lainnya, mengakibatkan penerapan psikologi yang baru dalam perawatan kesehatan dan masyarakat yang berikutnya :Status kesehatan adalah keadaan kesehatan pada waktu tertentu. Karena itu, status kesehatan tidak sama dengan perilaku kesehatan. Bagaimanapun, menurut Cochman, persepsi seseorang terhadap status atau persepsi peningkatan, kesembuhan atau perubahan lain pada status kesehatan adalah perilaku kesehatan. E.FAKTOR RESIKO DAN FAKTOR PROTEKTIF Faktor Resiko Dalam bidang kesehatan, konsep factor resiko (dan perilaku beresiko, kelompok beresiko) merupakan konsep kunci dalam penelitian, peningkatan teori serta pencegahan dan promosi kesehatan. Dulu, penggunaan konsep resiko merupakan biomedis yang memantulkan perhatian akan hasil yang merugikan yang berhubungan dengan morbiditas dan mortalitas. Sebagai contoh, hipertensi dan kolesterol berserum tinggi merupakan factor resiko bagi penyakit kardiovaskuler. Akhir-akhir ini pencarian epidemiologi terhadap factor resiko penyakit dan kesakitan, khususnya bagi penyakit kronis, telah berkembang menjadi dua bidang baru lingkungan social dan perilaku. Komponen perilaku dapat dilihat dalam dua aspek perkembangan penyakit. Pertama, perilaku mempengaruhi factor resiko penyakit tertentu. Factor resiko adalah cirri-ciri kelompok individu yang menunjuk mereka sebagai at high risk terhadap penyakit tertentu. Sebagai contohnya, kelompok orang yang makan makanan dengan asam lemak yang tinggi biasanya meningkatkan derajat kolesterol serum, factor resiko bagi penyakit jantung koroner. Kedua, perilaku itu sendiri dapat berupa factor resiko utama baik bagi penyakit jantung koroner maupun kanker paru karena kemungkinan mendapatkan penyakit ini lebih besar pada perokok daripada orang yang tidak merokok. Tinjauan pustaka menyangkal bahwa ada konsesus mengenai beberapa perilaku beresiko yang menyolok. Kokeny menyebutkan diet, kegiatan fisik, merokok dan penyalahgunaan minuman keras dan obat-obatan, resiko lingkungan manusia dan resiko lingkungan. Psychosomatic medicine mulai memfokuskan diri pada pendekatan-pendekatan dan teori-teori baru yang menyangkut hubungan antara factor psikologis dan social, fungsi biologis dan psikologis, dan perkembangan masalah penyakit. Definisi ini secara jelas memantulkan adanya kesadaran akan pentingnya peran aspek-aspek psikologis dan perilaku di dalam perawatan kesehatan, sebaik kebutuhan suatu disiplin yang mengintegrasikan riset dan praktek perilaku di dalam perawatan medis. Walaupun paradigma dasarnya adalah model medis, keistimewaan relevansi disiplin ini ada karakter interdisiplinernya. Behavioral medicine, yang menghadapi kesehatan, kesakitan dan disfungsinya yang berkaitan, bersandar pada kontribusi macam-macam disiplin seperti psikologi, sosiologi, epidemiologi, neuroanatomi, imunologi, nursing, pekerja social dan banyak lagi yang lain. Topic-topik behavioral medicine adalah mekanisme penyakit (seperti : peran stress atau tipe A pada penyakit kardiovaskuler, kesabaran para pengambil keputusan, ketaatan, efektivitas pendidikan kesehatan, efektifitas modifikasi perilaku yang kurang sehat, efektifitas pengurangan secara langsung illness (asma, hipertensi, sakit kepala, dll) dan perilaku kesakitan/ illness behavior pada tingkat individu dan kelompok. Bagaimanapun, Gochan menentang bahwa behavior medicine menghadapi ketegangan, stress atau kecemasan dan penyimpangan non fisik lain yang mempunyai kaitan sangat penting dengan keseluruhan kesejahteraan individu, hanya kalau hal tersebut berkaitan dengan gangguan fisik yang khusus. Penting untuk dicatat adalah bahwa behavioral medicine akhir-akhir ini tidak hanya menekankan integrasi dari ilmu perilaku (behaviorism dan teori belajar yang murni, contohnya bio-feedback) dan ilmu biomedis dalam usaha – usaha perawatan kesehatan. Perubahan konsep kesehatan, evolusi dalam perawatan kesehatan dan evolusi lainnya, mengakibatkan penerapan psikologi yang baru dalam perawatan kesehatan dan masyarakat yang berikutnya : a. Pertama, psikologi cenderung menjadi lebih terapan (tidak hanya akademis) b. Kedua, masalah yang penting dari kesehatan (dan tidak hanya kesehatan mental), mempengaruhi sub disiplin psikologis, tidak hanya klinis tetapi juga sebagai contoh psikologi organisasi (contohnya, stress dan kesakitan dalam perusahaan).c. Faktor yang ketiga yaitu adanya keberhasilan yang terbatas dari psikodiagnostik dan intervensi individual (kuratif), dkebutuihan untuk pencegahan pada skala yang lebih besar (community approach). Oleh karenanya, lebih banyak pengetahuan, penelitian dan ketrampilan diperlukan untuk menyelidiki unsure penentu dasar perilaku3)Pendidikan individu tentang kesehatan perorangan